Nilai mata uang
Rupiah dan perbandingan dengan nilai mata uang acuan internasional yaitu Dollar
Amerika. Dalam Kurs valuta asing nilai tukar antara suatu mata uang terhadap
mata uang lainnya, adalah sebagai indicator utama untuk melihat tingkat
kestabilan perekonomian suatu negara. Jika kurs mata uang negara tersebut tidak
stabil, maka perekonomian negara tersebut tidak baik atau sedang mengalami
krisis ekonomi. Tinggi rendahnya nilai mata uang ditentukan oleh besar kecilnya
jumlah penawaran dan permintaan terhadap mata uang tersebut
(Hadiwinata,2004:163). Kurs merupakan salah satu harga yang penting dalam
perekonomian terbuka. Penerapan nilai tukar mengambang dan penggunaan bahan
baku impor menyebabkan nilai tukar sangat berpengaruh terhadap perekonomian
Negara. Sejak periode 1970 hingga sekarang Indonesia telah melakukan 3 kali
perubahan system nilai tukar. Pada tahun 1964-1978 Indonesia
menganut system nilai tukar tetap. Berdasarkan UU No. 32 tahun 1964 nilai tukar
resmi Indonesia yaitu RP250/USD. Pada tahun 1978 Indonesia menetapkan nilai
tukar mengambang terkendali ditetapkan di Indonesia, nilai tukar rupiah dari
tahun ke tahun terus mengalami depresiasi terhadap US dollar. Nilai tukar
rupiah berubah-ubah antara Rp644/USD – RP2.383/USD.
Pada
tahun 1997 Indonesia menganut system nilai tukar mengambang bebas. Sejak
pertengahan Juli 1997, Rupiah mengalami tekanan yang mengakibatkan semakin
melemahnya nilai rupiah terhadap US dollar. Tekanan tersebut diakibatkan oleh
adanyacurrency turmoil, yang
melanda Thailand dan menyebar ke negara-negara ASEAN termasuk Indonesia. Hal
ini menyebabkan Indonesia mengalami krisis moneter pada tahun 1998, yang mana
pada saat itu banyak perusahaan mengalami kebangkrutan karena tidak mampu
membayar kewajibannya dalam bentuk valuta asing.
Nilai
tukar rupiah pada tahun 2013 berada dalam tren melemah. Berdasarkan laporan
Bank Indonesia tekanan terhadap nilai tukar rupiah tersebut tidak terlepas dari
pengaruh ekonomi global yang melambat dan harga komoditas internasional yang
menurun, yang kemudian mendorong melebarnya defisit transaksi berjalan
indonesia. Tekanan terhadap nilai tukar rupiah semakin kuat sejak akhir Mei
2013 saat terjadinya aliran keluar modal asing tersebut dipicu oleh
ketidakpastian global akibat rencana pengurangan stimulus moneter di AS (tapering off). Melemahnya nilai
tukar rupiah terhadap US dollar tidak terlepas dari pengaruh ekonomi global,
namun dapat juga dipengaruh faktor dari dalam negeri, diantarannya tingkat
inflasi dan cash flow.
Inflasi merupkan
kondisi meningkatnya harga-harga secara umum dan terus menerus sehingga dapat
menurunkan nilai mata uang suatu negara (Serfianto dkk, 2013:98). Adapun salah
satu penyebab inflasi adalah karena adanya kenaikan permintaan. Kenaikan
permintaan ini akan mengakibatkan harga-harga naik karena penawaran tetap, yang
mana factor lain dianggap tetap (ceteris
paribu) berubah sehingga barang-barang di Indonesia relative semakin mahal
dan barang-barang di Amerika relative lebih murah. Hal ini mengakibatkan
permintaan barang-barang Amerika akan meningkat yang juga diikuti oleh
peningkatan permintaan US dollar.
Semakin tinggi
permintaan US dollar hal ini akan menyebabkan semakin sedikitnya persediaan US
dollar, Sehingga harga memperolehnya akan semakin mahal. Hal ini menggambarkan
bahwa tingkat inflasi yang tinggi dapat melemahkan nilai tukar mata uang suatu
negara dan dapat memicu bertambahnya nilai impor. Tingkat inflasi yang tinggi
biasanya dikaitkan dengan kondisi ekonomi yang terlalu panas (overheated). Artinya, kondisi ekonomi
mengalami permintaan atas produk yang melebihi kapasitas penawaran produknya,
sehingga harga‐harga cenderung mengalami kenaikan.
Inflasi yang terlalu tinggi juga akan menyebabkan penurunan daya beli uang (purchasing power of money). Disamping
itu, inflasi yang tinggi juga bisa mengurangi tingkat pendapatan riil yang
diperoleh investor dari investasinya.
Arus kas (cash
flow) adalah suatu laporan keuangan yang berisikan pengaruh kas dari kegiatan
operasi, kegiatan transaksi investasi dan kegiatan transaksi
pembiayaan/pendanaan serta kenaikan atau penurunan bersih dalam kas suatu
perusahaan selama satu periode.
Menurut PSAK No.2 (2002 :5) Arus kas adalah arus masuk dan arus keluar kas atau setara kas. Laporan arus kas merupakan revisi dari mana uang kas diperoleh perusahaan dan bagaimana mereka membelanjakannya. Laporan arus kas merupakan ringkasan dari penerimaan dan pengeluaran kas perusahaan selama periode tertentu (biasanya satu tahun buku).
Menurut PSAK No.2 (2002 :5) Arus kas adalah arus masuk dan arus keluar kas atau setara kas. Laporan arus kas merupakan revisi dari mana uang kas diperoleh perusahaan dan bagaimana mereka membelanjakannya. Laporan arus kas merupakan ringkasan dari penerimaan dan pengeluaran kas perusahaan selama periode tertentu (biasanya satu tahun buku).
Kurs merupakan
variabel makro ekonomi yang turut mempengaruhi volatilitas harga saham.
Depresiasi mata uang domestik akan meningkatkan volume ekspor. Bila permintaan
pasar internasional cukup elastis hal ini akan meningkatkan cash flow perusahaan domestik, yang
kemudian meningkatkan harga saham, yang tercermin pada IHSG. Sebaliknya, jika
emiten membeli produk dalam negeri, dan memiliki hutang dalam bentuk dollar
maka harga sahamnya akan turun. Depresiasi kurs akan menaikkan harga saham yang
tercermin pada IHSG dalam perekonomian yang mengalami inflasi.
Sumber :
3. http://christinputri.blogspot.co.id/2013/07/pengaruh-tingkat-suku-bunga-inflasi-dan.html
0 komentar: